Senin, 10 Oktober 2011

Set Dasar Bedah II

SET BEDAH


ada 4 kelompok set dasar bedah
a. Kelompok Tajam (Sharps)
b. Kelompok Penjepit (Klem)
c. Kelompok Pemegang (Grasping/Holding)
d. Kelompok Penarik (Retractor)

A. Kelompok Tajam
Fungsi:
Insisi jaringan
Diseksi Tulang
Terdiri dari:
Pisau Bedah
Terbaik untuk memotong jaringan
Bentuk dan ukuran bervariasi
Mata pisau ukuran besar (No: 20, 21, 22, 23 dan 24)
Mata pisau ukuran kecil (No: 11, 12, 15)


Gunting
Untuk memotong jaringan, benang dan balutan
gunting jaringan halus (metzenbaum)


gunting jaringan kasar (mayo)


gunting operating dan benang


B. kelompok Penjepit

Pada umumnya digunakan untuk menjepit pembuluh darah, tapi terkadang digunakan sebagai pemegang (GRASPER) atau penarik (RETRACTOR)
contoh nya :

towel forceps . : menjepit kait drapping


Hemostatic Forcep Rochester-Pean (curve dan straight )

untuk klem kelly bentuknya sama, tetapi lebih panjang. untuk khocher, pada ujung ada giginya

(kocher)


klem jaringan halus (babcock)


klem halus ( alis )

C. kelompok pemegang
Untuk memegang jaringan, diseksi tulang, retraksi, dll
Contoh:
Tissue Forcep (Pinset)
Sponge Holsing Forcep (Pemegang Kasa)
Needle Holder (Pemegang Jarum)



tisue forcep (SIRURGIS)


spong holding


neddle holder


D. kelompok penarik
Retractor Manual:
Rake Retractor
Plain Retractor (Sederhana)


(hak kulit)


(langen back)

Retractor Otomatis (Self-retaining):


(Balfour Retractor)


Finochieto Retractor

Minggu, 09 Oktober 2011

mipo dan dhs



teknik mipo



tehnik dhs

Angioplasti Koroner Trasluminal Perkutan / Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty ( PTCA )

1. Pengertian

Banyak pengertian tentang angioplasti koroner transluminal perkutan atau biasa disingkat dengan PTCA ( Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty ) diungkapkan oleh berbagai sumber antara lain :
a. Menurut Suzanne dan Brenda (2002) angioplasty koroner transluminal perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan dan diletakkan diantara daerah aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak.
b. Dari (www.singhealth.com.sg) Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA), atau Angioplasti Koroner, adalah prosedur non-bedah dengan invasi minimal yang digunakan untuk membuka pembuluh darah yang menyempit. Prosedur ini menggunakan kateter yang lentur dengan balon di ujungnya, yang dikembungkan pada tekanan tinggi di dalam dinding arteri yang menyempit. Tindakan ini akan merontokkan plak arteri dari pembuluh darah dan memperbaiki aliran darah ke otot jantung. Prosedur ini bisa memperbaiki beberapa gejala yang menyebabkan penyumbatan arteri, seperti nyeri dada atau sesak napas.
c. Tindakan "peniupan" atau "balonisasi" atau "Angioplasti" bertujuan untuk melebarkan penyempitan pembuluh koroner dengan menggunakan kateter khusus yang ujungnya mempunyai balon. Balon dimasukkan dan dikembangkan tepat ditempat penyempitan pembuluh darah jantung. Dengan demikian penyempitan tersebut menjadi terbuka. Untuk menyempurnakan hasil peniupan ini, kadang - kadang diperlukan tindakan lain yang dilakukan dalam waktu yang sama, seperti pemasangan ring atau cincin penyanggah (Stent), pengeboran kerak di dalam pembuluh darah (Rotablation) atau pengerokan kerak pembuluh darah (Directional Atherectomy). http://www.medistra.com/

2. Indikasi Angioplasti Koroner Transluminal Perkutan

Menurut Suzanne dan Brenda(2002) pasien yang mempunyai yang mempunyai lesi yang menyumbat paling tidak 70℅ lumen internal arteri koroner besar, sehingga banyak daerah jantung beresiko mengalami iskemia. Pasien tersebut juga yang tidak berespon terhadap terapi medis dan memenuhi kriteria untuk dilakukan bedah pintas arteri koroner. PTCA boleh dilakukan apabila kardiologis yakin bahwa prosedur akan memperbaiki aliran darah ke jantung. Angioplasti koroner perkutan merupkan usaha revaskularisasi lain disamping thrombolisis karena trombolisis mempunyai kekurangan.
Kekurangan itu dapat berupa.
a. Dengan dosis atau kombinasi obat thrombolitik apapun, pada kebanyakan penyelidikan reperfusi akibat terbukanya pembuluh darah di capai pada 75 % penderita
b. Terdapat kelambatan antara waktu obat thrombolitik diberikan dan reperfusi (rata-rata 45 menit )
c. Tidak ada tanda klinik yang tepat untuk menyatakan adanya reperfusi
d. Penderita mengalami serangan iskemik berulang 15%-30% dan perdarahan otak 0,5-1.5%

Angioplasti koroner trasluminal perkutan jarang dilakukan pada (1) pasien dengan oklusi arteri koroner kiri utama yang tidak menunjukkan aliran kolateral ke arteri sirkumflexa dan desendens anterior,(2) yang mengalami stenosis di daerah arteria koroner kanan dan aorta,(3) yang arteri koronernya menunjukkan aneurisma proksimal atau distal stenosis,(4) yang telah menjalani tandur safena magma lebih dari 5 tahun yang lalu atau tandur yang telah rusak; atau (5)fungsi ventrikel kirinya sudah tidak jelas.

3. Prosedur Pelaksanaan

PTCA dilaksanakan di laboraotorium kateterisasi jantung. Lesi ditentukan lokasi, panjang dan kalsifikasinya sebelum kawat penunjuk dimasukkan melalui arteri yang dituju. Kemudian kateter berujung balon yang bisa dikembangkan dimasukkan melalui kawat penunjuk dan dipasang sesuai letak lesi. Balon diisi dengan larutan kontras bertekanan selama kurang lebih 30 sampai 60 detik, kemudian akan memecah atau menekan lesi arteriosklerosik jika kateter berujung balon telah dipasang pada posisi yang benar. Tunika media dan adventisia arteria koroner juga ikut teregang.
Pengembangan mungkin diperlukan sampai beberapa kali untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Biasanya ditentukan dengan peningkatan lebar lumen arteri sebanyak 20 % atau lebih. Cara lain untuk mengukur keberhasilan PTCA adalah bila stenosis yang tersisa kurang dari 50% atau perbedaan tekanan darah dari sisi yang mengalami lesi ke sisi yang lainnya kurang dari 20 mmHg dan tidak ada tanda klinis trauma arteri. Suzanne dan Brenda(2002)
Menurut Santoso T (1997) PTCA pada infark akut dapt dilaksanakan sebagai berikut.
a. Direct PTCA : PTCA dilaksanakan tanpa sebelumnya penderita diberi terapi thrombolitik. Tujuannya untuk reperfusi dan menyelamatkan miokardium. Keuntungannya adalah thrombolitik terkontraindikasi, terapi dapat lebih tepat katena anatomi koroner diketahui, pembuluh darah dapat lebih baik dibuka, dapat meningkatkan harapan hidup, dan mengurangi resiko perdarahan. Kerugiannya adalah biaya, fasilitas dan tenaga ahli terbatas, keterlambatan pelaksanaan bila harus menyiapkan laboratorium kateter, serta problem restenosis dan reklusi belum sepenuhnya diatasi.
b. Rescue (salvage) PTCA : Dilaksanakan bila trombolisis gagal. Tujuannya untuk reperfusi dan menyelamatkan miokardium.
c. Immediate PTCA :PTCA dilaksanakan setelah thrombolisis yang berhasil. Tujuannya mencegah reoklusi, memepercepat penyembuhan miokardium.
d. Delayed PTCA : PTCA dilaksanakan 1-7 hari setelah thrombolisis. Tujuannya untuk mencegah reoklusi dan mempercepat penyembuhan miokardium.Santoso ( 1997 )

4. Komplikasi

Selama masa pemulihan dapat terjadi sobekan arteri, penyempitan arteri secara mendadak, dan spasme arteri koroner. Komplikasi tersebut memerlukan penatalaksanaan bedah darurat. Semua kandidat PTCA juga harus merupakan kandidat bedah pintas arteri koroner. Kamar operasi jantung dan tim harus siap sedia selama PTCA.

Jumat, 07 Oktober 2011

who surgical ceklist

Pendahuluan
Program operasi yang aman menyelamatkan hidup (Safe Surgery Saves Lives) dimulai oleh WHO patient safety sebagai bagian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang bertujuan untuk mengurangi kematian akibat pembedahan di dunia. Tujuan dari program ini untuk mengendalikan komitmen politik dan kemauan klinik untuk mengangkat isu keselamatan yang penting, yaitu praktek anestesi yang tidak aman, pencegahan infeksi pembedahan dan komunikasi yang rendah antar anggota tim. Hal ini telah dibuktikan sebagai hal yang umum, mematikan dan masalah yang dapat dicegah pada berbagi negara dan setting.

Untuk membantu tim operasi dalam mengurangi jumlah kejadian, WHO patient safety-berkonsultasi dengan ahli bedah, anestesi, perawat, ahli patient safety dan pasien di seluruh dunia-telah mengidentifikasi 10 hal dasar untuk pembedahan yang aman. Hal ini telah dikumpulkan dalam WHO Surgical Safety checklist. Tujuan dari checklist ini untuk mendukung praktek keselamatan dan membantu komunikasi dan teamwork yang lebih baik antara profesi yang berbeda. Checklist ini bertujuan sebagai alat untuk digunakan oleh para klinisi untuk meningkatkan keamanan dari operasi dan mengurangi kematian akibat pembedahan yang tidak perlu dan komplikasi pembedahan. Hal ini telah digunakan dan ditunjukkan serta berhubungan dengan pengurangan yang signifikan dalam komplikasi dan tingkat kematian di berbagai RS dan settings, dan dengan peningkatan pemenuhan standar perawataan.

Bagaimana menggunakan manual ini

Dalam manual ini, tim operasi harus memahami ahli bedah, anestesist, perawat, teknisi dan personel operasi yang lain yang terlibat dalam pembedahan. Seperti halnya pilot harus mengetahui kru darat, personel penerbangan, dan pengontrol lalulintas udara untuk keamanan dan penerbangan yang sukses, ahli bedah penting namun tidak terpisah sebagai anggota tim yang bertanggungjawab terhadap perawatan pasien. Semua anggota dari tim operasi berperan untuk memastikan keselamatan dan keberhasilan operasi.

Manual ini menyediakan petunjuk penggunaan checklist, saran untuk implementasi, dan rekomendasi untuk mengukur pelayanan pembedahan dan hasilnya. Setting praktek yang berbeda harus mengadapatasi sesuai dengan kemampuan mereka. Tiap poin checklist sudah berdasarkan bukti kliinis atau pendapat ahli dimana yang akan mengurangi kejadian yang serius, mencegah kesalahan pembedahan, dan hal ini juga mempengaruhi kejadian yang tidak diharapkan atau biaya tidak terduga. Checklist ini juga dirancang untuk kemudahan dan keringkasan. Banyak langkah yang sudah diterima sebagai praktek yang rutin di berbagai fasilitas di seluruh dunia walaupun jarang diikuti oleh keseluruhan. Tiap bagian bedah harus praktek dengan checklist dan mengevaluasi bagaimana kesensitivan integrasi checklist ini dengan alur operasi yang biasanya.

Tujuan utama dari WHO surgical safety checklist-dan manualnya-untuk membantu mendukung bahwa tim secara konsisten mengikuti beberapa langkah keselamatan yang kritis dan meminimalkan hal yang umum dan risiko yang membahayakan dan dapat dihindari dari pasien bedah. Checklist ini juga memandu interaksi verbal antar tim sebagai arti konfirmasi bahwa standar perawatan yang tepat dipastikan untuk setiap pasien.

Bagaimana menjalankan checklist ini (dengan jelas)

Untuk mengimplementasikan checklist selama pembedahan, seorang harus bertanggungjawab untuk melakukan pengecekan checklist. Hal ini diperlukan seorang checklist koordinator biasanya perawat sirkuler tapi dapat berarti setiap klinisi yang berpartisipasi dalam operasi.

Checklist membedakan operasi menjadi 3 fase dimana berhubungan dengan waktu tertentu seperti pada prosedur normal-periode sebelum induksi anestesi, setelah induksi dan sebelum insisi pembedahan dan periode selama atau setelah penutupan luka tapi sebelum pasien masuk RR. Dalam setiap fase, ceklist koordinator harus diijinkan mengkonfirmasi bahwa tim sudah melengkapi tugasnya sebelum proses operasi dilakukan. Tim operasi harus familiar dengan langkah dalam ceklist, sehingga mereka dapat mengintegrasikan ceklist tersebut dalam pola normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa intervensi dari koordinator ceklist. Setiap tim harus menggabungkan penggunaan ceklist ke dalaam pekerjaan dengan efisiensi yang maksimum dan gangguan yang minimal selama bertujuan untuk melengkapi langkah secara efektif.

Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk memastikan bahwa tindakan utama telah dilakukan. Oleh karena itu, sebelum induksi anstesi, koordinator ceklist secara verbal akan mereview dengan anstesist dan pasien (jika mungkin) bahwa identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang dioperasi sudah benar dan persetujuan untuk pembedahan sudah dilakukan. Koordinator akan melihat dan mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat operasi sudah ditandai (jika mungkin) dan mereview dengan anstesist risiko kehilangan darah pada pasien, kesulitan jalan napas dan reaksi alergi dan mesin anstesi serta pemeriksaan medis sudah lengkap. Idealnya ahli bedah akan hadir pada fase sebelum anestesi ini sehingga mempunyai ide yang jelas untuk mengantisipasi kehilangan darah, alergi, atau komplikasi pasien yang lain. Bagaimanapun juga, kehadiran ahli bedah tidak begitu penting untuk melengkapi ceklist ini.

Sebelum insisi kulit, setiap anggota tim akan memperkenalkan diri, nama dan peran dalam operasi. Jika sudah selalu bersama dalam operasi tim dapat mengkonfirmasi bahwa sudah saling mengenal satu sama lain. Tim akan mengatakan dengan keras akan menunjukkan operasi yang benar dengan psien yang benar dan tempat operasi yang benar dan direview oleh satu sama lain, menggunakan ceklist sebagai pedoman. Mereka juga akan mengkonfirmasi bahwa antibiotik profiilaksis sudah diberikan 60 menits sebelumnya dan gambaran yang penting juga diberikan dengan benar.

Sebelum meninggalkan kamar operasi, tim akan mereview operasi yang sudah dilakukan, kelengkapan kassa dan alat dan pemberian label spesimen yang sudah didapatkan. Dalam hal ini juga mereview apakah ada instrumen yang tidak berfungsi atau isu yang perlu diperhatikan. Akhirnya, tim akan mendiskusikan rencana utama dan memperhatikan manajemen postoperatif dan recovery sebelum memindahkan pasien ke RR.

Mempunyai seorang koordinator ceklist penting dalam proses keberhasilan ceklist ini. Dalam setting yang lebih komplek dari kamar operasi, setiap langkah mungkin perlu perhatian lebih selama masa pre-operasi, intraoperatif dan persiapan postoperasi. Dengan menunjuk satu orang sebagai koordinator ceklist untuk mengkonfirmasi kelengkapan ceklist dapat memastikan langkah dalam ceklist tidak ada yang terlewati untuk melewati fase berikutnya dalam operasi. Sampai anggota tim familiar dengan langkah yang dilakukan, koordinator ceklist akan berperan seperti pembimbing tim untuk memahami proses ini.

Kemungkinan kerugian dari satu orang sebagai koordinator ceklist adalah akan terjadi perlawanan hubungan dengan anggota tim yang lain. Koordinator ceklist dapat dan harus mencegah tim untuk melangkah ke fase berikutnya sampai langkah-langkah sudah dilengkapi, tapi dengan melakukan hal ini dapat menyebabkan anggota lain tidak senang atau terluka. Oleh karena itu, RS harus secara hati-hati mempertimbangkan anggota staff yang cocok untuk peran ini. Seperti yang telah disebutkan, untuk beberapa institusi hal ini adalah perawat sirkuler, naamun setiap klinisi dapat berperan sebagai koordinator ceklist.

Bagaimana menjalankan checklist (detail)

SEBELUM INDUKSI ANESTESI
Cek keselamatan ini penting untuk dilengkapi sebelum induksi anestesi dalam rangka untuk keselamatan. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari setidaknya anestesist dan perawat. Koordinator ceklist mungkin melengkapi bagian ini dalam satu waktu atau terpisah, tergantung pada alur persiapan untuk anestesi. Detail dari setiap langkah adalah sebagai berikut:
Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitasnya, tempat operasi, prosedur dan persetujuan?
Koordinator ceklist secara verbal menkonfirmasi identitas pasien, tipe prosedur yang akan dilaksanakan, tempat pembedahan, dan persetujuan pembedahan yang sudah dibberikan. Walau hal ini terlihat berulangkali, namun langkah ini penting untuk memastikan tim tidak mengoperasi pasien yang salah atau bagian yang salah atau melakukan prosedur yang salah. Saat konfirmasi dengan pasien tidak mungkin dilakukan seperti pada kasus anak atau pasien yang cacat, pengasuh atau keluarga dapat menggantikan peran pasien. Jika pengasuh atau keluarga tidak ada dapat dilewati, seperti halnya dalam gawat darurat, tim harus memahami alasan dan persetujuan yang perlu diproses.
Apakah tempat operasi sudah ditandai?
Koordinator ceklist harus mengkonfirmasi bahwa ahli bedah yang melakukan operasi sudah menandai tempat yang akan dibedah (dengan marker yang permanen) pada kasus yang melibatkan bagian tubuh samping (kanan-kiri) atau struktur yang banyak atau bertingkat (contoh: bagian jari, jari kaki, lesi kulit, tulang belakang). Penandaan tempat operasi untuk struktur menengah (contoh:tiroid), atau struktur tunggal (contoh:spleen) harus mengikuti praktek yang biasa dilakukan. Pemberian tanda tempat yang dioperasi pada semua kasus, bagaimanapun juga, dapat menyediakan salinan cek dari tempat dan prosedur yang tepat.
Apakah mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap?
Koordinator ceklist melengkapi langkap ini dengan menanyakan kepada anestesist untuk memverifikasi kelengkapan dari ceklist keselamatan anestesi, memahami inspeksi formal dari peralatan anestesi, sirkuit pernafasan, medikasi, dan resiko anestesi pasien sebelum pembedahan. Untuk membantu mengingat, sebagai tambahan apakah pasien fit untuk pembedahan tersebut, tim anestesi harus melengkapi ABCDE’s-pemeriksaan dari perlengkapan Airway, Breathing sistem (meliputi oksigen dan agen inhalasinya), suCtion, Drugs and Devices (obat dan alat) dan Emergency medication (medikasi emergensi), peralatan dan bantuan untuk mengkonfirmasi ketersediaan dan berfungsi dengan baik.
Apakah pulse oximeter sudah dipasang pada pasien dan berfungsi?
Koordinator ceklist mengkonfirmasi bahwa pulse oximeter sudah dipasang pada pasien dan berfungsi dengan baik sebelum induksi anestesi. Idealnya indikator pulse oximeter dapat terlihat oleh semua tim operasi. Sistem suara harusnya digunakan untuk memberikan tanda pada tim tentang denyut nadi dan saturasi oksigen. Pulse oxymeter sudah direkomandasikan sebagai komponen yang dibutuhkan untuk anestesi yang aman oleh WHO. Jika pulse oxymeter tidak berfungsi, maka ahli bedah dan anestesist harus mengevaluasi ketajaman pada kondisi pasien dan mempertimbangkan penundaan operasi hingga langkah yang lengkap dipenuhi untuk keselamatan. Dalam keadaan yang urgen untuk menyelamatkan nyawa maka hal ini dapat dilewati, namun pada kondisi ini tim harus melakukan dengan persetujuan tentang kebutuhan untuk melakukan operasi.
Apakah pasien memiliki alergi?
Koordinator ceklist harus langsung menanyakan ini dan dua pertanyaan selanjutnya kepada anestesist. Pertama, koordinator harus bertanya apakah pasien memiliki alergi yang diketahui dan jika ada, alergi terhadap apa. Jika koordinator mengetahui alergi di pasien yang tidak diperhatikan oleh anestesist, maka koordintaor harus mengkomunikasikan kepada anestesist.
Apakah pasien memiliki risiko kesulitan jalan nafas/risiko aspirasi?
Koordinator ceklist harus secara verbal mengkonfirmasi bahwa tim anestesi ssudah secara objektif mengkaji apakah paien memiliki kesulitan jalan nafas. Ada beberapa jalan untuk menilai airway (seperti Mallampati skor, jarak thyromental, atau Bellhous-Dore skor). Evaluasi yang objektif untuk jalan nafas dengan metode yang valid lebih penting daripada pilihan metode itu sendiri. Kematian dari jalan nafas selama anestesi adalah bencana yang global namun dapat dicegah dengan rencana yang tepat. Jika evaluasi jalan nafas menunjukkan resiko tinggi untuk kesulitan jalan nafas (seperti skor Mallampati 3 atau 4), tim anestesi harus mempersiapkan melawan kebuntuan jalan nafas. Dalaam hal ini termasuk penggunaan pendekatan anetesi yang minimum (contoh menggunakan RA jika mungkin) dan memiliki peralatan gawat darurat yang cukup. Asisten yang kapabel-apakah dengan asisten dua, ahli bedah atau anggota tim perawat-harus hadir secara fisik untuk membantu induksi anestesi.

Resiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bagian dari pengkajian airway. Jika pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut yang penuh, maka anestesist harus mempersiapkan kemungkinan aspirasi. Resiko ini dapat dikurangi dengan memodifikasi rencana anestesi sebagai contoh dengan induksi cepat dan meminta bantuan asisten untuk menekan cricoid selama induksi. Untuk pasien yang dikenali memiliki kesulitan jalan nafas atau dalam resiko untuk aspirasi, induksi anestesi harus dimulai saat anestesist sudah mengkonfirmasi bahwa dia telah memiliki peralatan yang adekuat dan adanya asisten di sampingnya.
Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah >500 ml (7 ml/kg pada anak)?
Pada langkah keselamatan ini, koordinator ceklist menanyakan pada tim anestesi apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah lebih dari setengah liter darah selama operasi untuk meyakinkan dan mengenali serta mempersiapkan untuk kejadian kritis. Kehilangan volume darah yang besar adalah bahaya yang paling umum dan berbahaya untuk pasien bedah dengan risiko syok hipovolemik yang mungkin terjadi saat darah hilang melebihi 500 ml (7 ml/kg pada anak). Persiapan yang adekuat dan resusiatasi mungkin untuk pertimbangan persiapan.

Ahli bedah mungkin tidak secara konsisten mengkomunikasikan risiko dari kehilangan darah kepada anestesist dan staff perawat. Oleh karena itu, jika anestesist tidak mengetahui bagaimana risiko utama dari kehilangan darah untuk kasus operasi, maka dia harus berdiskusi dengan ahli bedah tentang risiko kehilangan darah sebelum operasi dimulai. Jika terdapat resiko yang yang signifikan untuk kehilangan darah lebih dari 500 ml direkomendasikan dua jalur intravena atau dua jalur CVC. Sebagai tambahan, tim harus mengkonfirmasi ketersediaan dari cairan atau darah untuk resusitasi. (catatan tentang kehilangan darah yang akan terjadi akan direview lagi oleh ahli bedah sebelum insisi. Hal ini akan menyediakan cek kedua untuk keselamatan untuk anestesi dan staff perawat).

Jika poin ini sudah dilengkapi maka fase ini sudah lengkap dan tim dapat melakukan proses induksi anstesi

Sebelum insisi kulit
Sebelum membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan pengecekan bahwa cek keselamataan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan oleh semua anggota tim.
Pastikan semua anggota tim memperkenalkan diri dengan nama dan perannya
Tim operasi mungkin sering berubah, Efektif manajemen dari situasi yang berisiko tinggi membutuhkan pengertian siapa anggota tim operasi dan peran serta kemampuan mereka. Sebuah perkenalan yang simpel seperti menyuruh semua orang di ruang untuk memperkenalkan diri dengan nama dan perannya. Tim yang sudah familiar dengan satu sama lain dapat mengkonfirmasi bahwa sudah diperkenalkan semua namun anggota baru atau staff baru harus memperkenalkan diri termasuk siswa atau personel lain.
Konfirmasi nama pasien, prosedur dan dimana insisi akan dilakukan
Koordinator ceklist atau anggota tim yang lain akan menyuruh setiap orang di kamar operasi untuk berhenti dan secara verbal mengkonfirmasi nama pasien, operasi yang akan dilakukan, tempat pembedahan dan posisi dari pasien untuk menghindari salah pasien atau salah tempat operasi. Untuk contoh, perawat sirkuler mengumumkan,”sebelum kita memulai insisi” dan lalu dilanjutkan “apakah semua sepakat bahwa ini adalah pasien X dengan tindakan repair inguinal hernia kanan?”. Anestesis, ahli bedah dan perawat sirkuler harus secara eksplist dan individual menyepakati. Jika pasien tidak disedasi, dia dapat menolong untuk dikonfirmasi dengan hal yang sama.
Apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan kurang lebih 60 menit yang lalu?
Berdasarkan bukti yang kuat dan konsensus di seluruh dunia bahwa antibiotik profilaksis melawan infeksi luka yang paling efektif adalah untuk tingkat serum dan atau tingkat jaringan dari antibiotik dapat dicapai, namun tim bedah tidak konsisten tentang pemberian antibiotik antara 1 jam sebelum insisi. Untuk mengurangi resiko infeksi pembedahan, koordinator akan bertanya dengan keras apakah antibiotik sudah diberikan kurang lebih 60 menit sebelumnya. Anggota tim bertanggungjawab untuk memberikan antibiotik-biasanya anestesist-harus memberikan konfirmasi secara verbal. Jika antibiotik profilaksis belum diberikan, harus segera diberikan, sebelum insisi. Jika antibiotik diberikan lebih dari 60 menit sebelumnya, anggota tim harus memberikan dosis ulang untuk pasien. Jika antibiotik profilaksis dirasakan tidak perlu diberikan (contoh kasus tanpa insisi kulit, kasus kontaminasi dimana antibiotik sudah diberikan untuk treatmen) maka boks “tidak aplikabel” dicentang dan tim memverbalkan hal ini.
Antisipasi kejadian kritis
Komunikasi tim yang efektif adalah komponen penting dari operasi yang aman, teamwork yang efektif dan pencegahan dari komplikasi berat. Untuk memastikan komunikasi dari kejadian kritis pasien, koordinator ceklist memimpin diskusi cepat antara ahli bedah, anestesist dan perawat saat bahaya kritis dan rencana operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan simpel bertanya pada setiap anggota tim pertanyaan yang spesifik dengan nyaring. Hal yang penting dari diskusi ini adalah setiap disiplin klinik harus menyediakan informasi dan berkomunikasi dengan baik. Selama prosedur rutin atau dengan tim yang sudah familiar, ahli bedah dapat bertanya dengan mudah,”ini adalah kasus rutin dari durasi X” dan menanyakan kepada anestesist dan perawat tentang tindakan yang diperlukan.
Kepada ahli bedah: Apakah kemungkinan kritisnya dan langkah yang tidak rutin? Berapa lama kasus akan terjadi? Bagaimana mengantisipasi kehilangan darah?
Sebuah disskusi dari “kejadian yang tidak diharapkan” bertujuan untuk menginformasikan kepada semua anggota tim setiap langkah yang perlu dilakukan untuk pasien dengan perdarahan yang cepat, cidera atau morbiditas umum lainnya. Hal ini juga menjadi kesempatan untuk mereview langkah yang mungkin memerlukan alat khusus, implants, atau persiapan.
Kepada Anestesist: Apakah pasien memerlukan perhatian khusus?
Pasien yang berisiko untuk mengalami perdarahan yang banyak, hemodinamik tidak stabil atau morbiditas umum yang berhubungan dengan prosedur, tim anestesi harus meriview dengan nyaring rencana yang spesifik dan perhatian untuk resusitasi-secara terpisah, perhatian untuk menggunakan darah dan setiap karakteristik pasien dengan komplikasi atau co-morbiditas (seperti jantung atau penyakit paru, aritmia, gangguaan darah,dll) Hal ini perlu dipahami bahwa banyak operasi tidak boleh meluapakan atau memperhatikan risiko kritis atau perhatian yang harus dibagi dengan tim. Dalam sebuah contoh kasus, anestesist dapat berkata,”saya rasa tidak perlu perhatian khsus pada kasus pasien ini”
Kepada tim perawat: Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator) sudah dikonfirmasi? Apakah ada alat yang perlu atau perhatian khusus?
Perawat instrumen atau tehnisi yang melakukan setting ada peralatan untuk setiap kasus harus mengatakan bahwa steriliasi sudah dilakukan dan untuk yang sterilisasi dengan alat, indikator steril sudah diverifikasi dengan baik. Jika ditemukan ketidakcocokan antara yang diharapkan dan kenyataan indikator steril harus dilaporkan kepada semua anggota tim dan diberitahukan sebelum insisi. Hal ini juga adalah kesempatan untuk mendiskusikan setiap masalah yang berhubungan dengan peralatan dan persiapan lain untuk pembedahan atau perhatian khusus untuk keamanan dari perawat sirkuler atau instrument, secara umum dilakukan oleh ahli bedah dan tim anestesi. Jika tidak diperlukan perhatian khusus, perawat scrub atau tehnisi dapat mengatakan,”Sterilitas sudah diverifikasi. Saya rasa tidak perlu perhatian khusus”.
Apakah gambaran yang penting sudah ditunjukkan?
Gambaran penting untuk memastikan rencana dan mengadakan operasi termasuk ortopedi, spinal dan prosedur thoraks dan berbagai reseksi tumor. Sebelum insisi kulit, koordinator harus menanyakan ahli bedah jika gambaran diperlukan untuk kasus tersebut. Jika demikian, koordinator harus mengkonfirmasi secara verbal bahwa gambaran penting ada di kamar operasi dan ditunjukkan untuk digunakan selama operasi. Jika gambaran yang dibutuhkan tidak tersedia, harus dicari. Ahli bedah akan memutuskan apakah akan dilakukan operasi tanpa gambaran jika hal tersebut dibutuhkan naum tidak tersedia.

Pada poin ini jika sudah dilengkapi maka tim bisa melanjutkan proses operasi.

Sebelum pasien meninggalkan kamar operasi
Ceklist keselamatan ini harus dilengkapi sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi. Tujuannya untuk memfasilitasi transfer informasi yang penting untuk tim yang bertanggungjawab terhadap pasien setelah pembedahan. Ceklist dapat diinisiasi oleh perawat sirkuler, ahli bedah atau anestesist dan harus dilengkapi sebelum ahli bedah meninggalkan kamar operasi. Hal ini dapat dilakukan bersamaan, contoh bersamaan dengan penutupan luka.

Perawat secara verbal mengkonfirmasi
Nama dan prosedur tindakan
Sejak prosedur mungkin berubah atau berkembang selama tindakan operasi, koordinator ceklist harus mengkonfirmasi dengan ahli bedah dan tim secara pasti apakah tindakan atau prosedur yang sudah dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan pertanyaan,”apakah tindakan yang dilakukan?” atau dengan konfirmasi,”Kita tadi melakukan prosedur X, benar bukan?”

Kelengkapan dari instrument, kassa dan jumlah jarum
Memelihara instrumen, kassa dan jarum tidak lazim namun secara persisten berpotensial untuk terjadi kesalahan. Perawat instrumen atau perawat sirkuler harus secara verbal megkonfirmasi kelengkapan dari jumlah kassa terakhir dan jumlah jarum. Dalam kasus dengan cavitas yang terbuka, penghitungan instrumen harus dikonfirmasi kelengkapannya. Jika penghitungan tidak dilakukan, dapat diambil langkah yang tepat yang lain (seperti memeriksa linen, sampah dan luka atau jika perlu gambaran radiografi)

Pemberian label pada spesimen (membaca label spesimen dengan keras termasuk nama pasien)
Label yang salah dari spesimen berpotensial mengganggu pasien dan sudah ditunjukkan menjadi sumber yang paling sering dalam kesalahan laboratorium. Sirkulator harus mengkonfirmasi pemberian label yang benar dari spesimen selama prosedur operasi dengan membaca dengan keras nama pasien, gambaran spesimen dan tanda yang lain.

Apakah terdapat masalah di peralatan yang perlu diperhatikan?
Masalah peralatan adalah masalah yang umum di kamar operasi. Mengidentifikasi secara akurat sumber kesalahan dan instrumen atau peralatan yang tidak berfungsi penting untuk mencegah peralatan dipakai lagi ke dalam kamar operasi sebelum diperbaiki. Koordinator harus memastikan bahwa masalah peralatan selama operasi sudah diidentifikasi oleh tim.

Ahli bedah, anestesist dan perawat mereview apa yang perlu diperhatikan untuk recovery dan manajemen pasien
Ahli bedah, anestesist dan perawat harus mereview rencana post-operatif dan manajemennya, berfokus pada selama intraoperasi atau isu anestesi yang mungkin mempengaruhi pasien. Bahkan saat muncul risiko yang spesifik terhadap pasien selama recovery. Tujuan dari langkah ini adalah untuk transfer yang efisien dan tepat terhadap informasi yang kritiss (penting) untuk seluruh tim.

Ini adalah langkah terakhir, WHO ceklisst sudah lengkap. Jika diinginkan, ceklist dapat ditempatkan di rekam medis pasien atau untuk review kualitas pelayanan.

gastrektomi.

Operasi gastrektomi pertamakali yang sukses dilakukan oleh Christian Albert Theodor Billroth pada penderita Therese Heller, wanita 43 tahun, dengan kanker pada pilorus, 29 Januari 1881 di Vienna, Austria. Operasi yang dilakukan adalah reseksi terbatas pada gaster, yaitu pilorektomi, dengan transeksi antrum hanya 20 mm proksimal dari batas tumor secara makroskopik dan 15 mm di bawah pilorus. Kemudian anastomosis duodenum dengan tepi dari luka gaster pada kurvatura minor. Kemudian Billroth melakukan anastomosis duodenum dengan tepi luka gaster di kurvatura mayor. Tipe operasi ini kemudian disebut sebagai gastrektomi dengan Billroth I. Penderitanya meninggal oleh karena metastasis tumor, empat bulan setelah operasi.(1,2)
Sebelum operasi Billroth yang sukses, prosedur yang sama telah dilakukan oleh Daniel Carr Theodor Marren yang berusia 20 tahun, pada anjing percobaan tahun 1809. Operasi yang pertamakali pada manusia dilakukan oleh Jules Pean, pada penderita dengan tumor pilorus, pada tahun 1879. Tehnik yang digunakan sama dengan operasi yang dilakukan Merren. Penderita meninggal lima hari setelah operasi. Walaupun tidak dilakukan otopsi, namun diduga karena kebocoran dari gastroduodenostomi yang dijahit semuanya dengan catgut. (1,2)
Ahli bedah, juga sebelum Billroth, Ludwig Rydygier yang berusia 29 tahun, melakukan pilorektomi pada kasus tumor pilorik pada tahun 1880. Penderita meninggal 12 jam setelah pembedahan.(1,2)
Tehnik gastrektomi selanjutnya disebut Billroth II, dilakukan oleh Billroth pada 15 Januari 1885 di Vienna, dan penderitanya selamat. Operasi ini dikerjakan dua tahap pada kasus dengan kanker pilorus yang obstruksi. Tahap pertama berupa anastomosis loop jejunal pada dinding anterior gaster proksimal dari tumor. Tahap kedua dilakukan setelah kondisi pasien membaik, berupa reseksi gaster distal dari anastomosis sekaligus dengan tumornya.(1)
Hidup tanpa gaster adalah mustahil merupakan kepercayaan para ahli bedah maupun orang awam. Namun kemudian, Schlatter, yang pada tahun 1887 melakukan pengangkatan gaster yang pertama secara sukses pada penderita kanker gaster. Sejak saat itu, rekonstruksi setelah total gastrektomi yang optimal terus dilakukan. (3)

Rabu, 05 Oktober 2011

BEDAH LAPAROSKOPIK
• BEDAH ENDO LAPARASCOPIK
Suatu tehnik pembedahan dengan sayatan kecil atau disebut juga operasi invasive minimal yang menggunakan alat-alat canggih untuk melakukan tindakan bermacam- macam operasi antara lain
- Batu kandung empedu / saluran empedu.
- Usus buntu, hernia, peradangan / kanker usus
- Pengikatan lambung, (gastric banding ) untuk obesitas.
- Peradangan / tumor ginjal, varicocel, penyakit-penyakit kandungan.
- Penyakit sendi (Arthroscopi), THT.
- Membantu menegakkan Diagnostic .
• KEUNTUNGAN BEDAH ENDO LAPARASCOPik.
- Nyeri pasca bedah jauh lebih ringan.
- Membantu menegakkan diagnosa lebih akurat.
- Proses pemulihan lebih cepat.
- Rawat inap lebih singkat.
- Luka bekas operasi lebih kecil, sehingga hasil kosmetik lebih memuaskan.


Unit laparascopi
beserta alat Pendukung
- Sistem vidio camera:
- T V.Monitor.
- BOX Image/ CCU.
- Box light source/ fiber optik
- Fiber optic cable
- Telescope
- Insuflator
- Sistem succen irigasi
- Diathermi
- Instrument:
- Instrument dasar
- Instrument laparascopi
- Alat –alat tambahan :
-Choledoscope
-Harmono scalpel
- Laser KTP.
-C`arm.

Unit Laparascopy terdiri dari

T.V. Monitor:

Perlengkapan yang muntlak ada dan harus berfungsi baik, dengan bantuan dari camera control unit dan Fiber optic akan menampilkan gambar yang tertangkap oleh lensa.


Satu unit computer / AIDA Compact set
Monitor pada computer berfungsi untuk menyimpan data / identitas pasien , yang merekam tindakan selama pembedahan berlangsung.



Box light source (fiber optik)

Sebagai Sumber Cahaya, dari sinilah cahaya yang diperoleh untuk visualisasi dilayar monitor. Dengan menghubungkan Fiber optic Light source cable danTelescope (60° / 30 ° / 0°)


telescope

Box Image /Camera Control Unit ( CCU ).
Untuk menampilkan gambar dihubungkan dengan telescop dan camera cable dimana saling connect hingga didapatkan tampilan gambar yang jelas dilayar monitor.


HOPKINS® II Laparoscopes
• Telescope atau Lensa dengan berbagai ukuran dari 3mm, 5mm, 10mm dan 11mm.
• Dengan sudut pandang yang berbeda dari 0º, 30º, 70º.

Insuflator
Alat pengatur keluar masuknya gas CO2 kerongga abdomen, dengan tujuan mengembangkan rongga abdomen


 V. Laparomat Irigation.
Dengan power supplay 100 – 240 VAC berfungsi sebagai irigasi, cairan NaCl 0, 9 disemprotkan atau ditarik dari rongga abdomen. Alat ini berhubungan dengan satu standar infus yang digantungkan cairan NaCl, dan satu botol penampung cairan dibagian bawah.


- DiatermI
Mempunyai 2 macam fungsi penggunaan dalam Menghentikan perdarahan dan memotong jaringan.
A. Bipolar
B. MONOPOLAR

 Instrument bedah dasar
 Instrument laparascopi


Instrumen bedah laparascopi beserta cesories

PENANGANAN TERTUSUK JARUM DI KAMAR OPERASI

PENANGANAN TERTUSUK JARUM DI KAMAR OPERASI

Latar belakang
Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka akibat benda tajam yang terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan di rumah sakit di Amerika. Pekerja kesehatan berisiko terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi (bloodborne pathogen) yang dapat menimbulkan infeksi HBV (Hepatitis B Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HIV (Human Immunodeficiency Virus) melalui berbagai cara, salah satunya melalui luka tusuk jarum atau yang dikenal dengan istilah Needle Stick Injury atau NSI.
Dalam menjalankan aktivitas kerja, kita tidak bisa terbebas dari resiko terjadinya kecelakaan kerja. Kamar operasi merupakan area dimana banyak digunakan benda tajam khusunya jarum, baik jarum suntik maupun jarum jahit. Kejadian tertusuk jarum di kamar operasi merupakan suatu kejadian yang selalu ada di tiap kamar operasi. Kejadian tertusuk jarum di kamar operasi seperti fenomena gunung es. Banyak keajdian tetapi tidak semua terlaporkan. Hanya khasus-khasus tertentu saja. Hal ini dikarenakan kesadaran korban yang tidak melaporkan apa yang telah dialaminya.
Jarum jahit merupakan sumber kecelakaan paling banyak dengan persentasi sekitar 77% dari total kecelakaan di kamar operasi. Menariknya, walaupun dengan persentasi yang besar terjadi padi jarum curve,penggunaan jarum jahit lurus akan sangat meningkatkan angka injury. Operator bedah dan asisten mempunyai rsiko tertusuk 59.1%, sedangkan perawat instrument 19.1%, anestesi 6.2% dan circulating nurse 6%.
RSUP Dr. Hasan Sadikin bandung kejadian tersusuk jarum baik jarum suntik maupun jarum jahit merupakan kejadian terbanyak yang dialami oleh para petugas kesehatan. Tahun 2006, berdasarkan survey terhadap 400 tenaga kesehatan, 54,6% pernah mengalami kejadian tertusuk jarum. Tahun 2007, di dapat pelaporan 22 orang melaporkan tertusuk jarum. Sedangkan tahun 2008, 12 orang melaoprkan tertusuk jarum. Untuk tahun 2009 kejadian tertusuk jarum ada 8 orang. Tidak semua petugas kesehatan yang tertusuk jarum melaporkan apa yang dialaminya. Rata-rata merreka melaporkan saat tertusuk jarum pasien dengan kassus terinfeksi penyakit tertentu.
Banyak alasan petugas kesehatan yang tertusuk jarum tidak melaporkan kecelakaan yang dialaminya. Antara lain takut tindakan disiplin, khawatir catatan penilaian negative, khawatir akan reputasi, takut diobati, tidak menyukai petugas medic, menghindari terjadinya pekerjaan, ingin menjaga catatan pribadi yang bersih, menghindari pertanyaan, melindungi tingkah laku orang lain, dan tidak memahami pentingnya laporan kecelakaan.

Prosedur Penanganan
Sebelum kita membahas prosedur penangan, kita bahas tentang beberapa istilah seperti insiden, kecelakaan dan kecelakaan kerja tertusuk benda tajam. Insiden adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedara yang tidak seharusnya terjadi. Kecelakaan adalah luka atau cacat fisik dan atau gangguan kesehatan atau kerusakan asset. Sedangkan kecelakaan kerja tertusuk benda tajam adalah kecelakaan kerja yang terjadi pada petugas akibat benda tajam sepeeti spuit bekas, pisau, jarum infuse, dan lain-lain.
Berdasarkan Protap Pelaporan Insiden dan Kecelakaan Kerja di RSUP Dr. Hasan Sadikin bandung, penanganan kejadian atau kecelakaan kerja karena tertusuk banda tajam infeksius sebagai berikut.
1. Setiap petugas yang mengalami inseden atau kecelakaan kerja karena tertusuk jarum setelah tindakan pada pasien atau tertusuk jarum bekas, jarum infuse, pisau bedah dan benda tajam lainnya yang berhubungan dengan pasien segera di bawa ke unit gawat darurat untuk diberi pertolongan pertama.
2. Setelah mendapat pertolongan dari UGD, petugas UGD memilah apakah korban perlu dirujuk ke poli teratai atau tidak :
• Bila korban tertusuk jarum pasien pederita HIV-AIDS maka korban perlu dirujuk ke poli teratai.
• Bila korban tertusuk jarum dengan pasien hepatitis atau penyakit infeksi lain, maka petugas yang mengalami kecelakaan kerja cukup diberi pertolongan di UGD untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan di poli pegawai.
• Setelah mendapatkan pertolongan, petugas atau rekan korban melaporkan kejadian kecelakaan kerja tetapi langsung pada atasan.
• Atasan korban segera membuat laporan insiden atau kecelakaan kerja dengan formulir laporan insiden pada jam kerja ditanda tangani pelapor dan diketahui oleh atasan langsung.
• Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan investigasi sederhana penyebab terjadinya kecelakaan.
• Setelah selesai melakukan investigasi, laporan hasil investigasi dan laopran insiden dilaporkan ke ketua komite mutu K3RS dalam waktu 2x24 jam setelah terjadinya insiden tau kecelakaan kerja.
• Komite mutu K3RS akan menganalisa kembali hasil investigasi dan laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan.
• Hasil investigasi lanjutan, rekomnedasi dan rencana kerja dilaporkan ke direksi.
• Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan umpan blik kepada unit kerja terkait.
• Unit kerja membuat analisa dan trend kejadian insiden atau kecelakaan kerja di unit kerjanya masing-masing setiap 1 bulan 1 kali.
Hal yang penting harus diperhatikan saat tertusuk jarum terutama saat operasi antara lain :
• Segera buka sarung tangan
• Cuci tangan dengan alcohol 70%,betadin 10%, dan dibawah air yang mengalir
• Jangan tekan luka, karena akan menghambat darah yang mengalir keluar, biarkan darah mengalir keluar agar virus keluar bersama darah yang keluar.
• Tenang dan jangan panik.
• Jika pasien adalah HIV Positif, risiko penularan HIV setelah pajanan darah adalah 0,3%

Pencegahan
Banyak cara untuk mencegah tertusuknya jarum, baik jarum jahit, jarum suntik atau pisau operasi. Berikut ini tips untuk mengurangi dan mencegah cedera tertusuk jarum atau benda tajam lainnya di kamar operasi
• Gunakan tempat khusus untuk menyimpan jarum jahit
• Saat membuang jarum, jangan gunakan tangan langsung, untuk mencegah tertusuk
• Gunakan needle holder untuk memasang dan melepas pisau
• Gunakan bengkok untuk menaruh pisau
• Gunakan sarung tangan double, untuk mengurangi resiko luka saat tertusuk
• Arahkan ujung jarum ke bawah saat menaruh jarum pada needle holder
• Selalu monitor penggunaan benda tajam saat operasi
• Gunakan cara yang benar saat menerima atau memberikan benda tajam kepada operator
Kehati-hatian dan konsentrasi sangat diperlukan dalam bekerja, sehingga resiko cedera dapat dicegah.

Kesimpulan
Kecelakaan kerja tertusuk jarum operasi merupakan resiko paramedic khususnya yang ada di kamar operasi. Kehati-hatian dalam bertindak dapat mengurangi resiko tertusuk jarum. Namun apabila petugas kesehatan tertusuk perlu pengetahuan yang cukup dalam menangani luka. Kesadaran korban untuk melaporkan kejadian yang dialami juga perlu. Karena korban dapat mendapatkan penanangan lebih lanjut terkait perlu tidaknya diberikan pengobatan atau cukup diberikan penyluhan dan di data saja.
Apabila tertusuk jarum, segera buka sarung tangan dan cuci tangan dengan alcohol serta betadin. Guyur luka dibawah air yang mengalir. Jangan menekan luka, karena darah tidak akan keluar sehingga mempercepat penularan. Setiap menempatkan benda tajam diperlukan penempatan yang sesuai sehingga tidak beresiko melukai. Diperlukan media atau sarana yang mendukung dalam penempatan benda tajam selama operasi.










DAFTAR PUSTAKA

Berguer and Heller. 2004. Preventing operating Room Sharps Injuries. The American College of Surgeons Vol 199 Sepetember 2004
Daley, Karen. 2004. Sharps Injuries in the OR Massachusetts Sharps Injury Surveillance System Data 2004. Occupational Health Surveillance Program, Massachusetts Department of Public Health April, 2008. Diakses dari www.mass.gov/.../occupational_health/sharps_injuries_operate room_04.pdf - Amerika Serikat pada tanggal 28 Mei 2011

Depkes. 2010. Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Diakses dari www.kesehatanibu.depkes.go.id/unduh/slide.../Modul08a.ppt. pada 28 Mei 2011 pukul 20.00 wib
Haryanti, Sri. 2010. Prosedur Pelaporan Kecelakaan Kerja dan PAK di RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pelatihan B3 dan Radiasi Bagi Perawat di RSUP. Dr. Hasan SAdikin Bandung Tanggal 15 s.d 17 Desember 2010
Kusuma, dian. 2010. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Perawat dalam Pencegahan Needle Stick Injury di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Yogyakarta : FKIK Ilmu Keperawatan, Vol 6, No 6 2010
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2010. Protap Pelaporan Insiden dan Kecelakaan Kerja di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Nomor HS 11 A03 2 0001 ditetapkan 5 Januari 2010
Wicker, Sabine. 2007. Prevalence and prevention of needlestick injuries among health care workers in a German university hospital. Article from Int Arch Occup Environ Health 2010. Diakses www.safetysyringes.com/healthcare/files/Prevalence.pdf. 28 Meni 2011